Cerita Rakyat Si Pahit Lidah dan Si Mata Empat

Si Pahit Lidah dan Si Mata Empat adalah dua jawara gagah berani yang menjadi legenda terkenal bagi masyarakat Banding Agung. Mereka amat disegani lawan-lawannya. Baik si Pahit Lidah maupun si Mata Empat, keduanya merasa paling hebat di antara keduanya.


”Ha..ha..ha..akulah yang paling hebat sejagat raya ini, tak ada yang bisa menandingiku”, ucap si mata empat di depan umum ketika mempertunjukkan kehebatannya. 
”Hei si Mata Empat..sombong sekali kau, apa belum tahu kehebatanku?” teriak si Pahit Lidah kepada si Mata Empat. Si Mata Empat pun menjadi geram dan rasanya ingin segera menghajar si Pahit Lidah. Namun niatnya tersebut diurungkan karena kalau berkelahi secara langsung tentu dia akan kalah dengan kutukan lidahnya yang pahit itu
”Baiklah, sekarang saya beri kelonggaran untukmu yang telah lancang kepadaku Pahit Lidah, saya akan membuktikan seberapa hebat kesaktianmu. lima hari dari sekarang di dekat Danau Ranau setelah matahari terbenam. Bagaimana apakah kau sanggup?” tanya si Mata Empat menantang si Pahit Lidah.
”Baiklah..dengan senang hati saya terima tantanganmu Mata Empat, lagipula aku sudah tak sabar ingin menghajar orang sombong macam kau!!” jawab si Pahit Lidah dengan lantang.
Akhirnya, karena ingin membuktikan siapa yang benar-benar lebih hebat di antara mereka berdua, mereka sepakat untuk bertemu dan mengadu kekuatan masing-masing.
Maka tibalah pada hari yang sangat menentukan itu. Mata Empat menggunakan permainan licik yang hanya menguntungkan dirinya sendiri. Caranya, secara bergiliran keduanya harus tidur menelungkup di bawah rumpun bunga aren. Lalu, bunga aren di atas akan dipotong oleh salah satu di antara mereka. Siapa bisa menghindar dari bunga dan buah aren yang lebat dan berat itu, dialah yang akan disebut jawara sakti. Setiap orang diberi kesempatan memotong tiga kali bila buah yang di jatuhkan belum mengenai musuh. Si Pahit Lidah tidak mengetahui kalau Mata Empat telah berbuat licik terhadapnya. Tapi si Pahit Lidah menerima saja tantangan Mata Empat tersebut.
Lalu keduanya melakukan undian dengan aturan yang telah mereka sepakati. Akhirnya  si Mata Empat mendapat giliran pertama. Sesuai namanya, si Mata Empat juga memiliki dua mata lain, yakni di belakang kepalanya.
Dengan secepat kilat si Pahit Lidah lalu memanjat pohon aren yang ada di tepi danau tersebut.
”Hei Mata Empat yang sombong terimalah ini, selamat tinggal untuk selama-lamanya.” ucap Pahit Lidah kepada Mata Empat.
Dengan tenangnya si Mata Empat menelungkup di bawah pohon. Cring…byar…buah aren berhasil di potong dan di jatuhkan oleh si Pahit Lidah.
Tentu saja si Mata Empat bisa melihat arah jatuhnya buah aren tersebut. mata di kepala mata empat bisa melihat ketika bunga aren jatuh meluncur ke ke arah Mata Empat. Dengan mudahnya si Mata Empat bisa menghindar dari runtuhan buah aren tersebut.
”Ha..ha..ha..ha..apakah hanya itu saja kemampuanmu hai pahit lidah” dengan sombong Mata empat mengejek si Pahit Lidah yang ada di atas pohon.
”Kurang ajar, ternyata kau belum mati juga” dengan kesal si Pahit Lidah memotong buah aren yang lebih besar. Tapi si Mata Empat dapat menghindar lagi dari jatuhan buah aren tersebut.
”Wahai Pahit Lidah saya kasih kesempatan sekali lagi untuk menunjukkan kemampuanmu” ujar Mata Empat dengan sombongnya. Dengan perasaan hampir putus asa, Pahit Lidah memotong buah aren yang lebh besar dari yang kedua. Tapi dengan kemampuan yang dimilikinya, Mata Empat bisa menghindar untuk ketiga kalinya dari jatuhan buah aren tersebut.
Dengan perasaan kecewa si Pahit Lidah turun dari pohon aren tersebut. Kini giliran si Pahit Lidah untuk manjat pohon aren. Dengan secepat kilat juga si Mata Empat memanjat dan si Pahit Lidah sudah menelungkupkan badannya di bawah rumpun pohon itu.
”Pahit lidah apakah kau sudah siap dengan kematianmu?”tanya si Mata Empat kepada si Pahit Lidah.
”Jangan banyak oceh kau. Cepat potong buahnya!”jawab Pahit Lidah.
Si Mata Empat pun memotong buah aren tersebut. Clazzz…gugusan buah are itu meluncur deras ke bawah.
Si pahit lidah tak bisa mengetahui hal itu. Badannya tetap berada persis di bawah luncuran itu. Ia tak menghindar.
”Akhhhh…” Pahit Lidah berteriak kesakitan sejadi-jadinya. Buah aren yang besar dan berat tersebut mengenai tubuh si Pahit Lidah. Tubuhnya bersimbah darah dan ia tewas seketika secara mengenaskan.
”Ha..ha..ha..ternyata kamu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kesaktianku.” Si Mata Empat senang, dan merasa puas. Ia bisa membuktikan pada semua orang, dirinyalah yang lebih sakti dari si Pahit Lidah.
Namun rasa ingin tahunya muncul, mengapa lawannya itu mendapat julukan si Pahit Lidah? Benarkah lidahnya memang pahit? Lalu karena penasaran, ia cucukkan jarinya ke dalam mulut si pahit lidah yang sudah mati itu. Setelah itu, dicecapnya jarinya sendiri yang sudah terkena liur di Pahit Lidah.
”Benar, rasanya pahit sekali. Rasanya lebih pahit dari akar brotoali.”
Rupanya itu racun yang mematikan. Si Mata Empat pun mengerang-erang kesakitan memegangi tenggorokannya. Tapi apa mau dikata. Racun tersebut telah menjalar ke seluruh tubuhnya. Dan seketika itu juga tubuhnya membiru. Maka si Mata Empat pun juga tewas di tempat yang sama. Akibat terlalu sombong dan angkuh. Merasa dirinya paling hebat di dunia ini, padahal masih ada yang lebih hebat sejagat raya ini yaitu Allah SWT. Kedua jawara ini lalu dimakamkan oleh penduduk setempat di tepi Danau Ranau yang menjadi saksi sejarah pertarungan antara si Pahit Lidah dan si Mata Empat.
 
Si Pahit Lidah dan Si Mata Empat adalah dua jawara gagah berani yang menjadi legenda terkenal bagi masyarakat Banding Agung. Mereka amat disegani lawan-lawannya. Baik si Pahit Lidah maupun si Mata Empat, keduanya merasa paling hebat di antara keduanya.


”Ha..ha..ha..akulah yang paling hebat sejagat raya ini, tak ada yang bisa menandingiku”, ucap si mata empat di depan umum ketika mempertunjukkan kehebatannya. 
”Hei si Mata Empat..sombong sekali kau, apa belum tahu kehebatanku?” teriak si Pahit Lidah kepada si Mata Empat. Si Mata Empat pun menjadi geram dan rasanya ingin segera menghajar si Pahit Lidah. Namun niatnya tersebut diurungkan karena kalau berkelahi secara langsung tentu dia akan kalah dengan kutukan lidahnya yang pahit itu
”Baiklah, sekarang saya beri kelonggaran untukmu yang telah lancang kepadaku Pahit Lidah, saya akan membuktikan seberapa hebat kesaktianmu. lima hari dari sekarang di dekat Danau Ranau setelah matahari terbenam. Bagaimana apakah kau sanggup?” tanya si Mata Empat menantang si Pahit Lidah.
”Baiklah..dengan senang hati saya terima tantanganmu Mata Empat, lagipula aku sudah tak sabar ingin menghajar orang sombong macam kau!!” jawab si Pahit Lidah dengan lantang.
Akhirnya, karena ingin membuktikan siapa yang benar-benar lebih hebat di antara mereka berdua, mereka sepakat untuk bertemu dan mengadu kekuatan masing-masing.
Maka tibalah pada hari yang sangat menentukan itu. Mata Empat menggunakan permainan licik yang hanya menguntungkan dirinya sendiri. Caranya, secara bergiliran keduanya harus tidur menelungkup di bawah rumpun bunga aren. Lalu, bunga aren di atas akan dipotong oleh salah satu di antara mereka. Siapa bisa menghindar dari bunga dan buah aren yang lebat dan berat itu, dialah yang akan disebut jawara sakti. Setiap orang diberi kesempatan memotong tiga kali bila buah yang di jatuhkan belum mengenai musuh. Si Pahit Lidah tidak mengetahui kalau Mata Empat telah berbuat licik terhadapnya. Tapi si Pahit Lidah menerima saja tantangan Mata Empat tersebut.
Lalu keduanya melakukan undian dengan aturan yang telah mereka sepakati. Akhirnya  si Mata Empat mendapat giliran pertama. Sesuai namanya, si Mata Empat juga memiliki dua mata lain, yakni di belakang kepalanya.
Dengan secepat kilat si Pahit Lidah lalu memanjat pohon aren yang ada di tepi danau tersebut.
”Hei Mata Empat yang sombong terimalah ini, selamat tinggal untuk selama-lamanya.” ucap Pahit Lidah kepada Mata Empat.
Dengan tenangnya si Mata Empat menelungkup di bawah pohon. Cring…byar…buah aren berhasil di potong dan di jatuhkan oleh si Pahit Lidah.
Tentu saja si Mata Empat bisa melihat arah jatuhnya buah aren tersebut. mata di kepala mata empat bisa melihat ketika bunga aren jatuh meluncur ke ke arah Mata Empat. Dengan mudahnya si Mata Empat bisa menghindar dari runtuhan buah aren tersebut.
”Ha..ha..ha..ha..apakah hanya itu saja kemampuanmu hai pahit lidah” dengan sombong Mata empat mengejek si Pahit Lidah yang ada di atas pohon.
”Kurang ajar, ternyata kau belum mati juga” dengan kesal si Pahit Lidah memotong buah aren yang lebih besar. Tapi si Mata Empat dapat menghindar lagi dari jatuhan buah aren tersebut.
”Wahai Pahit Lidah saya kasih kesempatan sekali lagi untuk menunjukkan kemampuanmu” ujar Mata Empat dengan sombongnya. Dengan perasaan hampir putus asa, Pahit Lidah memotong buah aren yang lebh besar dari yang kedua. Tapi dengan kemampuan yang dimilikinya, Mata Empat bisa menghindar untuk ketiga kalinya dari jatuhan buah aren tersebut.
Dengan perasaan kecewa si Pahit Lidah turun dari pohon aren tersebut. Kini giliran si Pahit Lidah untuk manjat pohon aren. Dengan secepat kilat juga si Mata Empat memanjat dan si Pahit Lidah sudah menelungkupkan badannya di bawah rumpun pohon itu.
”Pahit lidah apakah kau sudah siap dengan kematianmu?”tanya si Mata Empat kepada si Pahit Lidah.
”Jangan banyak oceh kau. Cepat potong buahnya!”jawab Pahit Lidah.
Si Mata Empat pun memotong buah aren tersebut. Clazzz…gugusan buah are itu meluncur deras ke bawah.
Si pahit lidah tak bisa mengetahui hal itu. Badannya tetap berada persis di bawah luncuran itu. Ia tak menghindar.
”Akhhhh…” Pahit Lidah berteriak kesakitan sejadi-jadinya. Buah aren yang besar dan berat tersebut mengenai tubuh si Pahit Lidah. Tubuhnya bersimbah darah dan ia tewas seketika secara mengenaskan.
”Ha..ha..ha..ternyata kamu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kesaktianku.” Si Mata Empat senang, dan merasa puas. Ia bisa membuktikan pada semua orang, dirinyalah yang lebih sakti dari si Pahit Lidah.
Namun rasa ingin tahunya muncul, mengapa lawannya itu mendapat julukan si Pahit Lidah? Benarkah lidahnya memang pahit? Lalu karena penasaran, ia cucukkan jarinya ke dalam mulut si pahit lidah yang sudah mati itu. Setelah itu, dicecapnya jarinya sendiri yang sudah terkena liur di Pahit Lidah.
”Benar, rasanya pahit sekali. Rasanya lebih pahit dari akar brotoali.”
Rupanya itu racun yang mematikan. Si Mata Empat pun mengerang-erang kesakitan memegangi tenggorokannya. Tapi apa mau dikata. Racun tersebut telah menjalar ke seluruh tubuhnya. Dan seketika itu juga tubuhnya membiru. Maka si Mata Empat pun juga tewas di tempat yang sama. Akibat terlalu sombong dan angkuh. Merasa dirinya paling hebat di dunia ini, padahal masih ada yang lebih hebat sejagat raya ini yaitu Allah SWT. Kedua jawara ini lalu dimakamkan oleh penduduk setempat di tepi Danau Ranau yang menjadi saksi sejarah pertarungan antara si Pahit Lidah dan si Mata Empat.
 

Cerita Rakyat Situ Bagendit

ADVERTISEMENT
Cerita Rakyat tentang Legenda Situ Bagendit

Cerita Situ Bagendit

Di sebuah desa, tepatnya berada di Kota Garut tinggallah seorang janda yang bernama Nyi Endit, janda itu merupakan janda yang sangat kaya dan dengan kekayaannya itu ia bisa melakukan apapun yang ia sukai, iapun sangat ditakuti di desa tersebut.
Banyak penduduk disana yang meminjam uang padanya, meskipun harus membayar bunga dengan sangat tinggi. Nyi Endit selalu menagih uang kepada peminjamnnya sembari membawa pengawal (tukang pukul), jadi kalau ada yang ditagih namun tidak membayar tukang pukul itu sudah siap untuk melakukan kekerasa.
Jika datang musim panen, Nyi Endit selalu menghasilkan panen yang sangat melimpah, dan ketika musim paceklik tiba banyak petani yang kesulitan bahkan ada yang sampai busung lapar. Keadaan warga disana sangatlah berbeda dengan Nyi Endit janda yang kaya raya itu. Ia selalu berpesta Pora di rumahnya, sedangkan petani banyak yang kelaparan.
Ketika pesta sedang dimulai, tiba-tiba salah satu pengawalnya datang menghampiri Nyi Endit itu dan berkata: “Nyi maaf sepertinya diluar ada seorang pengemis yang ingin masuk dan membuat kerusuhan. Sepertinya ia ingin meminta-minta”.
Dengan seketika Nyi Enditpun berkata dengan lantangnya “Usir Dia!”
Namun pengemis itu masuk kedalam rumahnya Nyi Endit secara tak terduga dan berkata: “kau benar-benar serakah dan kejam Nyi Endit, kami kelaparan, berilah kami sedikit makanan”.
Nyi Endit-pun marah dengan seketika dan berkata “Berani kau ya berkata seperti itu padaku, dasar kurang ajar. Cepat usir dia dari rumahku!”.
Pengawal Nyi Endit-pun langsung menyeret pengemis itu, namun secara tak disangka pengemis itu sangat kuat sekali dan bisa melawan para pengawal Nyi Endit dengan satu gebrakan saja. Para tamu takjub melihat kesaktian pengemis tersebut.
Setelah melawan para pengawal Nyi Endit, pengemis itupun berkkata lagi kepada Nyi Endit: “Jika kau tidak mau berbagi dengan orang yang kesulitan, akan ku tunjukkan sesuatu padamu”.
Sang pengemis itu mengambil satu ranting pohon, dan menancapkannya ke tanah. Setelah itu ia berkata lagi pada Nyi Endit: “jika ranting ini dapat kau cabut, maka kau termasuk orang yang mulia di dunia. Jika kau tak bisa melakukannya kau bisa menyuruh kepada pengawalmu”. Nyi Enditpun langsung memerintahkan kepada para pengawalnya untuk mencabut ranting pohon yang kecil itu. Namun sayang ternyata pengawalnya itu tak bisa mencabut ranting tersebut yang kelihatannya sangat mudah untuk di cabut. Sang Pengemispun berkata lagi: “ternyata pengawalmu tak sanggup mencabutnya, sekarang kau bisa lihat aku melakukannya”.
Sang pengemis itu dengan mudahnya mencabut ranting tersebut, dan setelahny di cabut ternyata keluarlah air yang begitu deras dari lubang ranting tersebut, dan secara tiba-tiba sang pengemispun hilang seketika.
Ketika itupun, guncangan gempa bumi datang dan hujan yang begitu lebat, dan dengan sekejap desa Nyi Enditpun lenyap terendam oleh air. Dan berubahlah desa itu menjadi sebuah danau yang sekarang popular di sebut dengan Situ Bagendit. Di dalam danau tersebut di percaya bahwa terdapat lintah yang amat besar sebagai jelmaan Nyi Endit yang disebut dengan lintah darat.
Catatan: Kita sebagai manusia yang bersosial tak bisa hidup individual, maka dari itu ketika kita mendapatkan hal yang baik dan banyak maka berbagilah dengan orang lain. Karena harta yang kita miliki hanyalah titipan, anda hanya bisa memilih antara diluaskan hartanya atau di sempitkan.
ADVERTISEMENT
Cerita Rakyat tentang Legenda Situ Bagendit

Cerita Situ Bagendit

Di sebuah desa, tepatnya berada di Kota Garut tinggallah seorang janda yang bernama Nyi Endit, janda itu merupakan janda yang sangat kaya dan dengan kekayaannya itu ia bisa melakukan apapun yang ia sukai, iapun sangat ditakuti di desa tersebut.
Banyak penduduk disana yang meminjam uang padanya, meskipun harus membayar bunga dengan sangat tinggi. Nyi Endit selalu menagih uang kepada peminjamnnya sembari membawa pengawal (tukang pukul), jadi kalau ada yang ditagih namun tidak membayar tukang pukul itu sudah siap untuk melakukan kekerasa.
Jika datang musim panen, Nyi Endit selalu menghasilkan panen yang sangat melimpah, dan ketika musim paceklik tiba banyak petani yang kesulitan bahkan ada yang sampai busung lapar. Keadaan warga disana sangatlah berbeda dengan Nyi Endit janda yang kaya raya itu. Ia selalu berpesta Pora di rumahnya, sedangkan petani banyak yang kelaparan.
Ketika pesta sedang dimulai, tiba-tiba salah satu pengawalnya datang menghampiri Nyi Endit itu dan berkata: “Nyi maaf sepertinya diluar ada seorang pengemis yang ingin masuk dan membuat kerusuhan. Sepertinya ia ingin meminta-minta”.
Dengan seketika Nyi Enditpun berkata dengan lantangnya “Usir Dia!”
Namun pengemis itu masuk kedalam rumahnya Nyi Endit secara tak terduga dan berkata: “kau benar-benar serakah dan kejam Nyi Endit, kami kelaparan, berilah kami sedikit makanan”.
Nyi Endit-pun marah dengan seketika dan berkata “Berani kau ya berkata seperti itu padaku, dasar kurang ajar. Cepat usir dia dari rumahku!”.
Pengawal Nyi Endit-pun langsung menyeret pengemis itu, namun secara tak disangka pengemis itu sangat kuat sekali dan bisa melawan para pengawal Nyi Endit dengan satu gebrakan saja. Para tamu takjub melihat kesaktian pengemis tersebut.
Setelah melawan para pengawal Nyi Endit, pengemis itupun berkkata lagi kepada Nyi Endit: “Jika kau tidak mau berbagi dengan orang yang kesulitan, akan ku tunjukkan sesuatu padamu”.
Sang pengemis itu mengambil satu ranting pohon, dan menancapkannya ke tanah. Setelah itu ia berkata lagi pada Nyi Endit: “jika ranting ini dapat kau cabut, maka kau termasuk orang yang mulia di dunia. Jika kau tak bisa melakukannya kau bisa menyuruh kepada pengawalmu”. Nyi Enditpun langsung memerintahkan kepada para pengawalnya untuk mencabut ranting pohon yang kecil itu. Namun sayang ternyata pengawalnya itu tak bisa mencabut ranting tersebut yang kelihatannya sangat mudah untuk di cabut. Sang Pengemispun berkata lagi: “ternyata pengawalmu tak sanggup mencabutnya, sekarang kau bisa lihat aku melakukannya”.
Sang pengemis itu dengan mudahnya mencabut ranting tersebut, dan setelahny di cabut ternyata keluarlah air yang begitu deras dari lubang ranting tersebut, dan secara tiba-tiba sang pengemispun hilang seketika.
Ketika itupun, guncangan gempa bumi datang dan hujan yang begitu lebat, dan dengan sekejap desa Nyi Enditpun lenyap terendam oleh air. Dan berubahlah desa itu menjadi sebuah danau yang sekarang popular di sebut dengan Situ Bagendit. Di dalam danau tersebut di percaya bahwa terdapat lintah yang amat besar sebagai jelmaan Nyi Endit yang disebut dengan lintah darat.
Catatan: Kita sebagai manusia yang bersosial tak bisa hidup individual, maka dari itu ketika kita mendapatkan hal yang baik dan banyak maka berbagilah dengan orang lain. Karena harta yang kita miliki hanyalah titipan, anda hanya bisa memilih antara diluaskan hartanya atau di sempitkan.

Cerita Rakyat Sipitung

Pada zaman dahulu, di sebuah daerah Rawa Belong, lahirlah seorang pemuda saleh bernama Si Pitung. la adalah pemuda yang rajin mengaji pada Haji Naipin seorang ulama yang sangat terkenal dimasa itu. Selain itu ia dilatih silat selama bertahun-tahun hingga kemampuannya menguasai ilmu agama dan bela diri sangat meningkat dan luar biasa. Karena bakatnya dalam ilmu beladiri, kemampuan Pitung berada jauh diatas rata-rata para pesilat yang ada di Betawi pada masa itu.
Si Pitung hidup di zaman penjajahan Belanda, Si Pitung terketuk hatinya untuk membela rakyat Indonesia. la merasa iba menyaksikan penderitaan yang terus dialami rakyat kecil dan lemah. Sementara itu para kompeni atau orang-orang Belanda terus berkuasa juga sekelompok Tauke dan para Tuan tanah, mereka semua adalah para penguasa yang bergelimang harta. Harta kekayaan mereka termasuk rumah dan ladang dijaga oleh para centeng yang kuat dan galak.
Kemudian Si Pitung merencanakan perampokan terhadap para penguasa itu untuk membantu rakyat miskin. la dibantu oleh teman-temannya yaitu Si Rais dan Si Jii.
Kumpulan Cerita Rakyat Betawi Si Pitung
Kumpulan Cerita Rakyat Betawi Si Pitung
"Kami siap membantumu, Pitung!" ujar Si Rais penuh semangat yang kmeudian diikuti anggukan setuju Si Jii.
"Baiklah, kalau begitu mari susun siasat. Jika kita berhasil merampok, kita akan bagi-bagikan hasilnya pada rakyat-rakyat kecil yang membutuhkan!" ucap Si Pitung yakin, lalu ia dan kedua temannya Iangsung mengatur siasat untuk merampok. Teruslah ia dan teman-temannya merampok para penguasa itu, setelah mendapat hasil rampokannya, Si Pitung dan teman-temannya langsung membagi-bagikan pada rakyat miskin, di depan rumah keluarga yang kelaparan diletakannya sepikul beras. Diberikannya juga santunan berupa uang kepada keluarga yang dibelit hutang.
Anak yatim pun tak luput dari penglihatannya, diberikannya bingkisan baju dan bermacam-macam hadiah lainnya. Kejadian itu terus berlanjut, sampai para kompeni, orang-orang Tauke dan Tuan tanah menjadi geram dan ingin menangkapnya. Namun tak pernah berhasil karena Si Pitung dan kelompoknya bukan lah orang-orang sembarangan.
Banyak orang mengatakan keberhasilan Si Pitung dan teman-temannya dalam merampok ada dua hal yaitu yang pertama ia memiliki ilmu silat, pandai bela diri dan kebal, sebab kabarnya tubuh Si Pitung kebal terhadap peluru.
Kumpulan Cerita Rakyat Betawi Si Pitung Banteng Betawi
Kumpulan Cerita Rakyat Betawi Si Pitung Banteng Betawi
Dan yang kedua adalah orang-orang yang dibantunya tidak mau mengatakan dimana Si Pitung kini berada setiap para kompeni dan orang kaya perampokan Si Pitung membujuk atau memaksa rakyat.
Karena geram melihat kesetiaan rakyat pada Si Pitung, maka para kompeni dan para orang kaya itu menggunakan kekerasan memaksa para rakyat kecil membuka mulut. Hingga suatu hari kompeni, orang-orang Tauke dan para Tuan tanah berhasil mendapatkan informasi tentang orang tua Si Pitung dan Haji Naipin, maka kompeni dan para orang-orang kaya menyandera orang tua Si Pitung dan Haji Naipin.
"Katakan!!! Atau kau kutembak!" teriak para kompeni dan orang-orang kaya pada orang tua si Pitung dan Haji Naipin. Namun mereka tak mau menjawabnya. Akhirnya mereka disiksa dan terus disiksa dengan sangat kejam. Dengan siksaan yang amat berat akhirnya para kompeni dan orang-orang kaya itu mendapatkan informasi dimana Si Pitung berada juga rahasia kekebalan tubuhnya terhadap peluru.
Polisi para kompeni itu pun berhasil menyergap persembunyian Si Pitung dan teman-temannya. Si Pitung dan teman-temannya tak tinggal diam, mereka pun melawan sekuat tenaga. Namun informasi tentang rahasia kekebalan tubuh Si Pitung sudah diketahui para polisi kompeni yaitu dengan melempari Si Pitung telur-telur busuk lalu ditembak. Lalu tewaslah Si Pitung seketika. Kehilangan sudah pahlawan pembela rakyat kecil, namun meskipun demikan Si Pitung adalah kebanggaan masyarakat Jakarta.
Pada zaman dahulu, di sebuah daerah Rawa Belong, lahirlah seorang pemuda saleh bernama Si Pitung. la adalah pemuda yang rajin mengaji pada Haji Naipin seorang ulama yang sangat terkenal dimasa itu. Selain itu ia dilatih silat selama bertahun-tahun hingga kemampuannya menguasai ilmu agama dan bela diri sangat meningkat dan luar biasa. Karena bakatnya dalam ilmu beladiri, kemampuan Pitung berada jauh diatas rata-rata para pesilat yang ada di Betawi pada masa itu.
Si Pitung hidup di zaman penjajahan Belanda, Si Pitung terketuk hatinya untuk membela rakyat Indonesia. la merasa iba menyaksikan penderitaan yang terus dialami rakyat kecil dan lemah. Sementara itu para kompeni atau orang-orang Belanda terus berkuasa juga sekelompok Tauke dan para Tuan tanah, mereka semua adalah para penguasa yang bergelimang harta. Harta kekayaan mereka termasuk rumah dan ladang dijaga oleh para centeng yang kuat dan galak.
Kemudian Si Pitung merencanakan perampokan terhadap para penguasa itu untuk membantu rakyat miskin. la dibantu oleh teman-temannya yaitu Si Rais dan Si Jii.
Kumpulan Cerita Rakyat Betawi Si Pitung
Kumpulan Cerita Rakyat Betawi Si Pitung
"Kami siap membantumu, Pitung!" ujar Si Rais penuh semangat yang kmeudian diikuti anggukan setuju Si Jii.
"Baiklah, kalau begitu mari susun siasat. Jika kita berhasil merampok, kita akan bagi-bagikan hasilnya pada rakyat-rakyat kecil yang membutuhkan!" ucap Si Pitung yakin, lalu ia dan kedua temannya Iangsung mengatur siasat untuk merampok. Teruslah ia dan teman-temannya merampok para penguasa itu, setelah mendapat hasil rampokannya, Si Pitung dan teman-temannya langsung membagi-bagikan pada rakyat miskin, di depan rumah keluarga yang kelaparan diletakannya sepikul beras. Diberikannya juga santunan berupa uang kepada keluarga yang dibelit hutang.
Anak yatim pun tak luput dari penglihatannya, diberikannya bingkisan baju dan bermacam-macam hadiah lainnya. Kejadian itu terus berlanjut, sampai para kompeni, orang-orang Tauke dan Tuan tanah menjadi geram dan ingin menangkapnya. Namun tak pernah berhasil karena Si Pitung dan kelompoknya bukan lah orang-orang sembarangan.
Banyak orang mengatakan keberhasilan Si Pitung dan teman-temannya dalam merampok ada dua hal yaitu yang pertama ia memiliki ilmu silat, pandai bela diri dan kebal, sebab kabarnya tubuh Si Pitung kebal terhadap peluru.
Kumpulan Cerita Rakyat Betawi Si Pitung Banteng Betawi
Kumpulan Cerita Rakyat Betawi Si Pitung Banteng Betawi
Dan yang kedua adalah orang-orang yang dibantunya tidak mau mengatakan dimana Si Pitung kini berada setiap para kompeni dan orang kaya perampokan Si Pitung membujuk atau memaksa rakyat.
Karena geram melihat kesetiaan rakyat pada Si Pitung, maka para kompeni dan para orang kaya itu menggunakan kekerasan memaksa para rakyat kecil membuka mulut. Hingga suatu hari kompeni, orang-orang Tauke dan para Tuan tanah berhasil mendapatkan informasi tentang orang tua Si Pitung dan Haji Naipin, maka kompeni dan para orang-orang kaya menyandera orang tua Si Pitung dan Haji Naipin.
"Katakan!!! Atau kau kutembak!" teriak para kompeni dan orang-orang kaya pada orang tua si Pitung dan Haji Naipin. Namun mereka tak mau menjawabnya. Akhirnya mereka disiksa dan terus disiksa dengan sangat kejam. Dengan siksaan yang amat berat akhirnya para kompeni dan orang-orang kaya itu mendapatkan informasi dimana Si Pitung berada juga rahasia kekebalan tubuhnya terhadap peluru.
Polisi para kompeni itu pun berhasil menyergap persembunyian Si Pitung dan teman-temannya. Si Pitung dan teman-temannya tak tinggal diam, mereka pun melawan sekuat tenaga. Namun informasi tentang rahasia kekebalan tubuh Si Pitung sudah diketahui para polisi kompeni yaitu dengan melempari Si Pitung telur-telur busuk lalu ditembak. Lalu tewaslah Si Pitung seketika. Kehilangan sudah pahlawan pembela rakyat kecil, namun meskipun demikan Si Pitung adalah kebanggaan masyarakat Jakarta.

Cerita rakyat Roro Jonggrang

RORO JONGGRANG


Alkisah pada zaman dahulu kala, berdiri sebuah kerajaan yang sangat besar yang bernama Prambanan. Rakyat Prambanan sangat damai dan makmur di bawah kepemimpinan raja yang bernama Prabu Baka. Kerajaan-kerajaan kecil di wilayah sekitar Prambanan juga sangat tunduk dan menghormati kepemimpinan Prabu Baka.

Sementara itu di lain tempat, ada satu kerajaan yang tak kalah besarnya dengan kerajaan Prambanan, yakni kerajaan Pengging. Kerajaan tersebut terkenal sangat arogan dan ingin selalu memperluas wilayah kekuasaanya. Kerajaan Pengging mempunyai seorang ksatria sakti yang bernama Bondowoso. Dia mempunyai senjata sakti yang bernama Bandung, sehingga Bondowoso terkenal dengan sebutan Bandung Bondowoso. Selain mempunyai senjata yang sakti, Bandung Bondowoso juga mempunyai bala tentara berupa Jin. Bala tentara tersebut yang digunakan Bandung Bondowoso untuk membantunya untuk menyerang kerajaan lain dan memenuhi segala keinginannya.


Hingga Suatu ketika, Raja Pengging yang arogan memanggil Bandung Bondowoso. Raja Pengging itu kemudian memerintahkan Bandung Bondowoso untuk menyerang Kerajaan Prambanan. Keesokan harinya Bandung Bondowoso memanggil balatentaranya yang berupa Jin untuk berkumpul, dan langsung berangkat ke Kerajaan Prambanan.

Setibanya di Prambanan, mereka langsung menyerbu masuk ke dalam istana Prambanan. Prabu Baka dan pasukannya kalang kabut, karena mereka kurang persiapan. Akhirnya Bandung Bondowoso berhasil menduduki Kerajaan Prambanan, dan Prabu Baka tewas karena terkena senjata Bandung Bondowoso.

Kemenangan Bandung Bondowoso dan pasukannya disambut gembira oleh Raja Pengging. Kemudian Raja Pengging pun mengamanatkan Bandung Bondowoso untuk menempati Istana Prambanan dan mengurus segala isinya,termasuk keluarga Prabu Baka.

Pada saat Bandung Bondowoso tinggal di Istana Kerajaan Prambanan, dia melihat seorang wanita yang sangat cantik jelita. Wanita tersebut adalah Roro Jonggrang, putri dari Prabu Baka. Saat melihat Roro Jonggrang, Bandung Bondowoso mulai jatuh hati. Dengan tanpa berpikir panjang lagi, Bandung Bondowoso langsung memanggil dan melamar Roro Jonggrang.

“Wahai Roro Jonggrang, bersediakah seandainya dikau menjadi permaisuriku?”, Tanya Bandung Bondowoso pada Roro Jonggrang.

Mendengar pertanyaan dari Bandung Bondowoso tersebut, Roro Jonggrang hanya terdiam dan kelihatan bingung. Sebenarnya dia sangat membenci Bandung Bondowoso, karena telah membunuh ayahnya yang sangat dicintainya. Tetapi di sisi lain, Roro Jonggrang merasa takut menolak lamaran Bandung Bondowoso. Akhirnya setelah berfikir sejenak, Roro Jonggrang pun menemukan satu cara supaya Bandung Bondowoso tidak jadi menikahinya.

“Baiklah,aku menerima lamaranmu. Tetapi setelah kamu memenuhi satu syarat dariku”,jawab Roro Jonggrang.

“Apakah syaratmu itu Roro Jonggrang?”, Tanya Bandung Bandawasa.

“Buatkan aku seribu candi dan dua buah sumur dalam waktu satu malam”, Jawab Roro Jonggrang.

Mendengar syarat yang diajukan Roro Jonggrang tersebut, Bandung Bondowoso pun langsung menyetujuinya. Dia merasa bahwa itu adalah syarat yang sangat mudah baginya, karena Bandung Bondowoso mempunyai balatentara Jin yang sangat banyak.

Pada malam harinya, Bandung Bandawasa mulai mengumpulkan balatentaranya. Dalam waktu sekejap, balatentara yang berupa Jin tersebut datang. Setelah mendengar perintah dari Bandung Bondowoso, para balatentara itu langsung membangun candi dan sumur dengan sangat cepat.

Roro Jonggrang yang menyaksikan pembangunan candi mulai gelisah dan ketakutan, karena dalam dua per tiga malam, tinggal tiga buah candi dan sebuah sumur saja yang belum mereka selesaikan.

Roro Jonggrang kemudian berpikir keras, mencari cara supaya Bandung Bondowoso tidak dapat memenuhi persyaratannya.

Setelah berpikir keras, Roro Jonggrang akhirnya menemukan jalan keluar. Dia akan membuat suasana menjadi seperti pagi,sehingga para Jin tersebut menghentikan pembuatan candi.

Roro Jonggrang segera memanggil semua dayang-dayang yang ada di istana. Dayang-dayang tersebut diberi tugas Roro Jonggrang untuk membakar jerami, membunyikan lesung, serta menaburkan bunga yang berbau semerbak mewangi.

Mendengar perintah dari Roro Jonggrang, dayang-dayang segera membakar jerami. Tak lama kemudian langit tampak kemerah merahan, dan lesung pun mulai dibunyikan. Bau harum bunga yang disebar mulai tercium, dan ayam pun mulai berkokok.

Melihat langit memerah, bunyi lesung, dan bau harumnya bunga tersebut, maka balatentara Bandung Bondowoso mulai pergi meninggalkan pekerjaannya. Mereka pikir hari sudah mulai pagi, dan mereka pun harus pergi.

Melihat Balatentaranya pergi, Bandung Bondowoso berteriak: “Hai balatentaraku, hari belum pagi. Kembalilah untuk menyelesaikan pembangunan candi ini !!!”

Para Jin tersebut tetap pergi, dan tidak menghiraukan teriakan Bandung Bondowoso. Bandung Bondowoso pun merasa sangat kesal, dan akhirnya menyelesaikan pembangunan candi yang tersisa. Namun sungguh sial, belum selesai pembangunan candi tersebut, pagi sudah datang. Bandung Bondowoso pun gagal memenuhi syarat dari Roro Jonggrang.

Mengetahui kegagalan Bandung Bondowoso, Roro Jonggrang lalu menghampiri Bandung Bondowoso. “Kamu gagal memenuhi syarat dariku, Bandung Bondowoso”, kata Roro Jonggrang.

Mendengar kata Roro Jonggrang tersebut, Bandung Bondowoso sangat marah. Dengan nada sangat keras, Bandung Bondowoso berkata: “Kau curang Roro Jonggrang. Sebenarnya engkaulah yang menggagalkan pembangunan seribu candi ini. Oleh karena itu, Engkau aku kutuk menjadi arca yang ada di dalam candi yang keseribu !”

Berkat kesaktian Bandung Bondowoso, Roro Jonggrang berubah menjadi arca/patung. Wujud arca tersebut hingga kini dapat disaksikan di dalam kompleks candi Prambanan, dan nama candi tersebut dikenal dengan nama candi Roro Jonggrang. Sementara candi-candi yang berada di sekitarnya disebut dengan Candi Sewu atau Candi Seribu.

RORO JONGGRANG


Alkisah pada zaman dahulu kala, berdiri sebuah kerajaan yang sangat besar yang bernama Prambanan. Rakyat Prambanan sangat damai dan makmur di bawah kepemimpinan raja yang bernama Prabu Baka. Kerajaan-kerajaan kecil di wilayah sekitar Prambanan juga sangat tunduk dan menghormati kepemimpinan Prabu Baka.

Sementara itu di lain tempat, ada satu kerajaan yang tak kalah besarnya dengan kerajaan Prambanan, yakni kerajaan Pengging. Kerajaan tersebut terkenal sangat arogan dan ingin selalu memperluas wilayah kekuasaanya. Kerajaan Pengging mempunyai seorang ksatria sakti yang bernama Bondowoso. Dia mempunyai senjata sakti yang bernama Bandung, sehingga Bondowoso terkenal dengan sebutan Bandung Bondowoso. Selain mempunyai senjata yang sakti, Bandung Bondowoso juga mempunyai bala tentara berupa Jin. Bala tentara tersebut yang digunakan Bandung Bondowoso untuk membantunya untuk menyerang kerajaan lain dan memenuhi segala keinginannya.


Hingga Suatu ketika, Raja Pengging yang arogan memanggil Bandung Bondowoso. Raja Pengging itu kemudian memerintahkan Bandung Bondowoso untuk menyerang Kerajaan Prambanan. Keesokan harinya Bandung Bondowoso memanggil balatentaranya yang berupa Jin untuk berkumpul, dan langsung berangkat ke Kerajaan Prambanan.

Setibanya di Prambanan, mereka langsung menyerbu masuk ke dalam istana Prambanan. Prabu Baka dan pasukannya kalang kabut, karena mereka kurang persiapan. Akhirnya Bandung Bondowoso berhasil menduduki Kerajaan Prambanan, dan Prabu Baka tewas karena terkena senjata Bandung Bondowoso.

Kemenangan Bandung Bondowoso dan pasukannya disambut gembira oleh Raja Pengging. Kemudian Raja Pengging pun mengamanatkan Bandung Bondowoso untuk menempati Istana Prambanan dan mengurus segala isinya,termasuk keluarga Prabu Baka.

Pada saat Bandung Bondowoso tinggal di Istana Kerajaan Prambanan, dia melihat seorang wanita yang sangat cantik jelita. Wanita tersebut adalah Roro Jonggrang, putri dari Prabu Baka. Saat melihat Roro Jonggrang, Bandung Bondowoso mulai jatuh hati. Dengan tanpa berpikir panjang lagi, Bandung Bondowoso langsung memanggil dan melamar Roro Jonggrang.

“Wahai Roro Jonggrang, bersediakah seandainya dikau menjadi permaisuriku?”, Tanya Bandung Bondowoso pada Roro Jonggrang.

Mendengar pertanyaan dari Bandung Bondowoso tersebut, Roro Jonggrang hanya terdiam dan kelihatan bingung. Sebenarnya dia sangat membenci Bandung Bondowoso, karena telah membunuh ayahnya yang sangat dicintainya. Tetapi di sisi lain, Roro Jonggrang merasa takut menolak lamaran Bandung Bondowoso. Akhirnya setelah berfikir sejenak, Roro Jonggrang pun menemukan satu cara supaya Bandung Bondowoso tidak jadi menikahinya.

“Baiklah,aku menerima lamaranmu. Tetapi setelah kamu memenuhi satu syarat dariku”,jawab Roro Jonggrang.

“Apakah syaratmu itu Roro Jonggrang?”, Tanya Bandung Bandawasa.

“Buatkan aku seribu candi dan dua buah sumur dalam waktu satu malam”, Jawab Roro Jonggrang.

Mendengar syarat yang diajukan Roro Jonggrang tersebut, Bandung Bondowoso pun langsung menyetujuinya. Dia merasa bahwa itu adalah syarat yang sangat mudah baginya, karena Bandung Bondowoso mempunyai balatentara Jin yang sangat banyak.

Pada malam harinya, Bandung Bandawasa mulai mengumpulkan balatentaranya. Dalam waktu sekejap, balatentara yang berupa Jin tersebut datang. Setelah mendengar perintah dari Bandung Bondowoso, para balatentara itu langsung membangun candi dan sumur dengan sangat cepat.

Roro Jonggrang yang menyaksikan pembangunan candi mulai gelisah dan ketakutan, karena dalam dua per tiga malam, tinggal tiga buah candi dan sebuah sumur saja yang belum mereka selesaikan.

Roro Jonggrang kemudian berpikir keras, mencari cara supaya Bandung Bondowoso tidak dapat memenuhi persyaratannya.

Setelah berpikir keras, Roro Jonggrang akhirnya menemukan jalan keluar. Dia akan membuat suasana menjadi seperti pagi,sehingga para Jin tersebut menghentikan pembuatan candi.

Roro Jonggrang segera memanggil semua dayang-dayang yang ada di istana. Dayang-dayang tersebut diberi tugas Roro Jonggrang untuk membakar jerami, membunyikan lesung, serta menaburkan bunga yang berbau semerbak mewangi.

Mendengar perintah dari Roro Jonggrang, dayang-dayang segera membakar jerami. Tak lama kemudian langit tampak kemerah merahan, dan lesung pun mulai dibunyikan. Bau harum bunga yang disebar mulai tercium, dan ayam pun mulai berkokok.

Melihat langit memerah, bunyi lesung, dan bau harumnya bunga tersebut, maka balatentara Bandung Bondowoso mulai pergi meninggalkan pekerjaannya. Mereka pikir hari sudah mulai pagi, dan mereka pun harus pergi.

Melihat Balatentaranya pergi, Bandung Bondowoso berteriak: “Hai balatentaraku, hari belum pagi. Kembalilah untuk menyelesaikan pembangunan candi ini !!!”

Para Jin tersebut tetap pergi, dan tidak menghiraukan teriakan Bandung Bondowoso. Bandung Bondowoso pun merasa sangat kesal, dan akhirnya menyelesaikan pembangunan candi yang tersisa. Namun sungguh sial, belum selesai pembangunan candi tersebut, pagi sudah datang. Bandung Bondowoso pun gagal memenuhi syarat dari Roro Jonggrang.

Mengetahui kegagalan Bandung Bondowoso, Roro Jonggrang lalu menghampiri Bandung Bondowoso. “Kamu gagal memenuhi syarat dariku, Bandung Bondowoso”, kata Roro Jonggrang.

Mendengar kata Roro Jonggrang tersebut, Bandung Bondowoso sangat marah. Dengan nada sangat keras, Bandung Bondowoso berkata: “Kau curang Roro Jonggrang. Sebenarnya engkaulah yang menggagalkan pembangunan seribu candi ini. Oleh karena itu, Engkau aku kutuk menjadi arca yang ada di dalam candi yang keseribu !”

Berkat kesaktian Bandung Bondowoso, Roro Jonggrang berubah menjadi arca/patung. Wujud arca tersebut hingga kini dapat disaksikan di dalam kompleks candi Prambanan, dan nama candi tersebut dikenal dengan nama candi Roro Jonggrang. Sementara candi-candi yang berada di sekitarnya disebut dengan Candi Sewu atau Candi Seribu.

Cerpen Kisah Cinta Kupu Kupu

Di sebuah hutan Edelweisse, ada Kumbang, Larva dan Kupu-kupu, mereka adalah teman sejati. Kumbang adalah hewan yang sangat jahil, dia sering menjahili binatang-binatang lainnya, walau pun dia jahil tapi penyayang dan paling gagah, sedangkan Larva hewan yang setia kawan, tidak suka merusak kebahagian teman, sedangkan Kupu-kupu hewan yang paling indah.
Suatu hari saat Kumbang, Larva dan Kupu-kupu sedang bermain di pinggiran danau, ada segerombol semut yang menghampiri mereka bertiga.
“apa yang kalian perbuat di sini?” Tanya salah seorang prajurit semut.
“sedang bermain” jawab Kumbang dengan santai.
“hey siapakah dia?” Tanya sang prajurit semut itu sambil menunjuk salah satu dari mereka.
“dia adalah Larva, temanku” jawab Kumbang.
“hahahaha, dia sangat jelek!” ujar prajurit semut itu, Kumbang hampir marah mendengar ledekan semut, lalu Kumbang mengusir semut itu, grombolan semut itu pergi.
Karena mendengar ejekan semut, Larva merasa sedih, ia pergi ke pinggir danau, dia berkaca di air danau tersebut.
“aku adalah hewan yang sangat jelek” ujar hati Larva sambil menangis.
Melihat sahabatnya itu menangis di pinggir sungai, Kumbang dan Kupu-kupu menghampiri Larva.
“Larva? kenapa kau bersedih?” Tanya Kupu-kupu yang terbang di sekitar Larva dan Kumbang.
“aku merasa sedih pu, karena aku ini jelek!” seru Larva.
“jangan bersedihlah, semut itu hanya iri padamu, karena kau lebih cantik darinya, iya kan Kupu-kupu?” ujar Kumbang.
“iya itu benar sekali va” jawab Kupu-kupu.
“senyum va, kalau kau terus bersedih kau akan jelek” ujar Kumbang, Larva tersenyum.
“nah kau tampak indah sekali va” ujar Kumbang dan Kupu-kupu.
Kupu-kupu adalah hewan yang sangat indah, tak jarang kalau serangga-serangga lainnya banyak yang suka pada Kupu-kupu, terutama Kumbang, Kumbang sangat mencintai Kupu-kupu, tapi Kupu-kupu tidak mencintai Kumbang, dia hanya menganggap teman saja, tetapi Larvalah yang mencintai Kumbang sepenuh hati.
Suatu hari Kumbang dan Larva sedang berdua di bawah batang bunga mawar, hati Larva sangat senang bisa berduaan saja dengan Kumbang tapi. “va, aku mencintaimu” ujar Kumbang, Larva tersenyum lebar dan hatinya merasa senang. “aku mencintaimu” kata itu keluar lagi dari mulut Kumbang.
“kira-kira Kupu-kupu akan senang saat aku berbicara seperti itu?” ujar Kumbang dengan tersenyum melihat Larva, hati Larva hancur.
“andaikan aku cantik seperti Kupu-kupu pasti Kumbang akan mencintaiku” ujar hati Larva.
Larva menangis ia tak bisa menahan sakit hatinya.
“kau kenapa Larva?” Tanya Kumbang.
“tidak apa-apa, aku hanya bahagia melihatmu bahagia” jawab Larva menahan perihnya luka di hatinya.
“oh Larva, kau memang sahabatku yang paling baik.”
Suatu hari Kumbang, Larva, dan Kupu-kupu sedang berkumpul di bawah tanaman helianthus Kumbang menghampiri kupu-kupu yang hinggap di tanah.
“Kupu-kupu, kau itu sangat indah” ujar Kumbang.
“terima kasih Kumbang” jawab Kupu-kupu.
“Kupu-kupu, aku sangat mencintaimu” ujar Kumbang, hati Larva perih seperti ada puluhan jarum yang menusuk hatinya. Larva pergi meninggalkan mereka berdua. Di sepanjang jalan Larva terus bersedih.
“Kumbang.. maafkan aku, aku tidak mencintaimu Kumbang, aku hanya menganggapmu sebagai sahabat, dan aku juga tidak bisa mencintai orang lain, karena aku dua hari lagi akan meninggalkan kalian semua”
“kenapa kau.. kau akan pergi?”
“karena jenis Kupu-kupu sepertiku aku akan mati” ujar Kupu-kupu pergi meninggalkan Kumbang. Badan Kumbang kaku, lidah Kumbang terasa pahit, dan jelas Kumbang patah hati.
“kau harus tahu sebenarnya Larva itu mencintaimu Kumbang” ujar Kupu-kupu kepada Kumbang, Kumbang terdiam.
“oh Larva, maafkan aku aku telah menyakiti hatimu, aku tak tahu kalau kau suka padaku” ujar hati Kumbang.
Ternyata benar, Kupu-kupu itu mati, Kumbang merasa sedih. Larva menyangka Kupu-kupu dan Kumbang saling mencintai, Larva menjahui mereka hampir satu minggu lebih Larva tak muncul di daerah hutan Edelweisse, Kumbang merasa kesepian, Kumbang mencari-cari Larva untuk minta maaf, tapi Larva tak muncul-muncul. Sama seperti ulat lainnya, Larva bermetamorfosis menjadi kupu kupu, saat Larva yang telah menjadi Kupu-kupu ia berkeliling di hutan Edelweisse, semua serangga memuji Larva, mereka tak menyangka kalau Larva akan secantik ini, terutama semut yang dulu pernah mengejek Larva.
Larva pergi ke suatu tempat di mana waktu itu dia bersama Kumbang dan Kupu-kupu bermain, ia melihat seekor serangga yang sedang sendirian, Kupu-kupu mengampirinya.
“Kumbang..” ujar Larva yang menjadi Kupu-kupu itu.
“Kupu-kupu?” kata Kumbang.
“Kumbang aku Larva, sekarang aku sekarang sudah menjadi Kupu-kupu” ujar Kupu-kupu.
“kau Larva?”
“iya”
“oh Larva, kau tambah cantik va, kenapa aku baru menyadari sekarang kalau kau secantik ini?”
“hehe..”
“Kupu-kupu sekarang namamu” ujar Kumbang, Larva hanya tersenyum dan merasa bahagia karena Kumbang memujinya.
“oh Larva, kenapa kau tak pernah bilang dari dulu, kalau kau suka sama aku?” Tanya Kumbang.
“karena aku tak ingin merusak kebahagiaanmu, dan aku tak pantas untukmu, karena aku jelek” jawab Kupu-kupu.
“kau cantik, kau baik, kau pantas jadi milikku, apa kau masih mencintaiku?” tanya Kumbang.
“masih” ujar Kupu-kupu.
“kau telah menyempurnakan hati ini Pu” ujar Kumbang kepada Kupu-kupu, Larva hanya menjawab dengan senyum manisnya.
“Kupu-kupu, apakah kau akan mati seperti Kupu-kupu lainnya?” Tanya Kumbang dengan nada rendah.
“tentu saja, semua makhluk hidup akan mati!” seru Kupu-kupu, kini hati Kupu-kupu sangat senang karena ia bisa dicintai Kumbang serangga pujaan hatinya.
“ku harap kau tidak akan meninggalkan aku” ujar Kumbang kepada Kupu kupu, lalu mereka pergi meninggalkan tempat itu.
Di sebuah hutan Edelweisse, ada Kumbang, Larva dan Kupu-kupu, mereka adalah teman sejati. Kumbang adalah hewan yang sangat jahil, dia sering menjahili binatang-binatang lainnya, walau pun dia jahil tapi penyayang dan paling gagah, sedangkan Larva hewan yang setia kawan, tidak suka merusak kebahagian teman, sedangkan Kupu-kupu hewan yang paling indah.
Suatu hari saat Kumbang, Larva dan Kupu-kupu sedang bermain di pinggiran danau, ada segerombol semut yang menghampiri mereka bertiga.
“apa yang kalian perbuat di sini?” Tanya salah seorang prajurit semut.
“sedang bermain” jawab Kumbang dengan santai.
“hey siapakah dia?” Tanya sang prajurit semut itu sambil menunjuk salah satu dari mereka.
“dia adalah Larva, temanku” jawab Kumbang.
“hahahaha, dia sangat jelek!” ujar prajurit semut itu, Kumbang hampir marah mendengar ledekan semut, lalu Kumbang mengusir semut itu, grombolan semut itu pergi.
Karena mendengar ejekan semut, Larva merasa sedih, ia pergi ke pinggir danau, dia berkaca di air danau tersebut.
“aku adalah hewan yang sangat jelek” ujar hati Larva sambil menangis.
Melihat sahabatnya itu menangis di pinggir sungai, Kumbang dan Kupu-kupu menghampiri Larva.
“Larva? kenapa kau bersedih?” Tanya Kupu-kupu yang terbang di sekitar Larva dan Kumbang.
“aku merasa sedih pu, karena aku ini jelek!” seru Larva.
“jangan bersedihlah, semut itu hanya iri padamu, karena kau lebih cantik darinya, iya kan Kupu-kupu?” ujar Kumbang.
“iya itu benar sekali va” jawab Kupu-kupu.
“senyum va, kalau kau terus bersedih kau akan jelek” ujar Kumbang, Larva tersenyum.
“nah kau tampak indah sekali va” ujar Kumbang dan Kupu-kupu.
Kupu-kupu adalah hewan yang sangat indah, tak jarang kalau serangga-serangga lainnya banyak yang suka pada Kupu-kupu, terutama Kumbang, Kumbang sangat mencintai Kupu-kupu, tapi Kupu-kupu tidak mencintai Kumbang, dia hanya menganggap teman saja, tetapi Larvalah yang mencintai Kumbang sepenuh hati.
Suatu hari Kumbang dan Larva sedang berdua di bawah batang bunga mawar, hati Larva sangat senang bisa berduaan saja dengan Kumbang tapi. “va, aku mencintaimu” ujar Kumbang, Larva tersenyum lebar dan hatinya merasa senang. “aku mencintaimu” kata itu keluar lagi dari mulut Kumbang.
“kira-kira Kupu-kupu akan senang saat aku berbicara seperti itu?” ujar Kumbang dengan tersenyum melihat Larva, hati Larva hancur.
“andaikan aku cantik seperti Kupu-kupu pasti Kumbang akan mencintaiku” ujar hati Larva.
Larva menangis ia tak bisa menahan sakit hatinya.
“kau kenapa Larva?” Tanya Kumbang.
“tidak apa-apa, aku hanya bahagia melihatmu bahagia” jawab Larva menahan perihnya luka di hatinya.
“oh Larva, kau memang sahabatku yang paling baik.”
Suatu hari Kumbang, Larva, dan Kupu-kupu sedang berkumpul di bawah tanaman helianthus Kumbang menghampiri kupu-kupu yang hinggap di tanah.
“Kupu-kupu, kau itu sangat indah” ujar Kumbang.
“terima kasih Kumbang” jawab Kupu-kupu.
“Kupu-kupu, aku sangat mencintaimu” ujar Kumbang, hati Larva perih seperti ada puluhan jarum yang menusuk hatinya. Larva pergi meninggalkan mereka berdua. Di sepanjang jalan Larva terus bersedih.
“Kumbang.. maafkan aku, aku tidak mencintaimu Kumbang, aku hanya menganggapmu sebagai sahabat, dan aku juga tidak bisa mencintai orang lain, karena aku dua hari lagi akan meninggalkan kalian semua”
“kenapa kau.. kau akan pergi?”
“karena jenis Kupu-kupu sepertiku aku akan mati” ujar Kupu-kupu pergi meninggalkan Kumbang. Badan Kumbang kaku, lidah Kumbang terasa pahit, dan jelas Kumbang patah hati.
“kau harus tahu sebenarnya Larva itu mencintaimu Kumbang” ujar Kupu-kupu kepada Kumbang, Kumbang terdiam.
“oh Larva, maafkan aku aku telah menyakiti hatimu, aku tak tahu kalau kau suka padaku” ujar hati Kumbang.
Ternyata benar, Kupu-kupu itu mati, Kumbang merasa sedih. Larva menyangka Kupu-kupu dan Kumbang saling mencintai, Larva menjahui mereka hampir satu minggu lebih Larva tak muncul di daerah hutan Edelweisse, Kumbang merasa kesepian, Kumbang mencari-cari Larva untuk minta maaf, tapi Larva tak muncul-muncul. Sama seperti ulat lainnya, Larva bermetamorfosis menjadi kupu kupu, saat Larva yang telah menjadi Kupu-kupu ia berkeliling di hutan Edelweisse, semua serangga memuji Larva, mereka tak menyangka kalau Larva akan secantik ini, terutama semut yang dulu pernah mengejek Larva.
Larva pergi ke suatu tempat di mana waktu itu dia bersama Kumbang dan Kupu-kupu bermain, ia melihat seekor serangga yang sedang sendirian, Kupu-kupu mengampirinya.
“Kumbang..” ujar Larva yang menjadi Kupu-kupu itu.
“Kupu-kupu?” kata Kumbang.
“Kumbang aku Larva, sekarang aku sekarang sudah menjadi Kupu-kupu” ujar Kupu-kupu.
“kau Larva?”
“iya”
“oh Larva, kau tambah cantik va, kenapa aku baru menyadari sekarang kalau kau secantik ini?”
“hehe..”
“Kupu-kupu sekarang namamu” ujar Kumbang, Larva hanya tersenyum dan merasa bahagia karena Kumbang memujinya.
“oh Larva, kenapa kau tak pernah bilang dari dulu, kalau kau suka sama aku?” Tanya Kumbang.
“karena aku tak ingin merusak kebahagiaanmu, dan aku tak pantas untukmu, karena aku jelek” jawab Kupu-kupu.
“kau cantik, kau baik, kau pantas jadi milikku, apa kau masih mencintaiku?” tanya Kumbang.
“masih” ujar Kupu-kupu.
“kau telah menyempurnakan hati ini Pu” ujar Kumbang kepada Kupu-kupu, Larva hanya menjawab dengan senyum manisnya.
“Kupu-kupu, apakah kau akan mati seperti Kupu-kupu lainnya?” Tanya Kumbang dengan nada rendah.
“tentu saja, semua makhluk hidup akan mati!” seru Kupu-kupu, kini hati Kupu-kupu sangat senang karena ia bisa dicintai Kumbang serangga pujaan hatinya.
“ku harap kau tidak akan meninggalkan aku” ujar Kumbang kepada Kupu kupu, lalu mereka pergi meninggalkan tempat itu.

Cerpen Sang Satria Hati

Hembusan angin yang cukup kencang, terpaan ombak pantai Matras pulau Bangka, membawa cintaku kembali, yang dulu sempat pergi entah ke mana.
“hai?” sapa seorang remaja laki-aki. Aku hanya melihat arah sumber suara itu.
“kau masih ingat denganku?” Tanya remaja itu lagi.
“maaf tapi aku lupa” jawab aku.
“dulu kita pertama kali bertemu di pelabuhan muntok, kita menyembrang laut menaikki kapal yang sama, kau duduk di belakang aku, kita bercanda riang” ujar laki-aki itu.
“kau.. kau Satrio?” pekikku.
“iya Aci aku Satrio” jawab Satrio.
“Satrio, kau tahu, aku selama ini merindukanmu” kataku sambil memeluk Satrio, Satrio pun memelukku.
“aku telah mencarimu kemana-mana ci, tapi kau sukar dicari, sekarang, kita bertemu di sini” ujar Satrio yang hampir menangis.
Pertemuan yang mengejutkan itu membuat kami menangis karena terharu.
“aku tak pernah menyangka aku akan bertemu denganmu lagi ci” ujar satrio.
“kenapa?” Tanyaku.
“karena kau sudah memiliki kekasih yang jauh lebih baik dari aku” jawab Satrio.
“aku tak memiliki kekasih, karena aku hanya mencintai seorang pangeran yang tampan” ujar aku sambil memegang tangan Satrio.
“siapakah dia?” Tanya Satrio.
“kau..” jawabku.
“sudah hapus air matamu ci, jika kau menangis, kecantikanmu akan hilang” ujar Satrio sambil mengusap air mataku, aku hanya tersenyum.
“kau sekarang tampak cantik ci” kata Satrio sambil memegang wajahku.
“masa sih?” Tanyaku dengan tersipu.
“jerawatmu sekarang sudah hilang” jawab Satrio.
Satrio menarik tanganku ke sebuah batu yang cukup besar, tapi tak terlalu tinggi hanya sebatas lutut, dan mengajak ku duduk di atasnya.
“ci kau masih ingat masa-masa kita dulu di kapal?” Tanya Satrio.
“ingat sekali Rio, kau dulu malu malu mengajakku bermain” ujarku sambil tertawa kecil.
“hehehe, karena aku nervous melihat gadis secantikmu” ujar Satrio tertawa kecil.
“kau hampir jatuh saat kau ingin ke luar sambil membawa pop mie” ujar Satrio melanjutkan.
“dan kau menyanyikan lagu ‘bidadari’ di atas luar kapal saat malam harinya, saat jam 11 malam kau dan Ayahmu meminta nomor hp-ku” kataku sambil tersenyum.
“hehehe, saat aku bilang ‘aku mencintaimu’ kau hanya berdiam diri” ujar Satrio dengan muka ditekuk.
“aku pikir kau becanda saja denganku, ternyata kau serius, aku menyesal telah menyia-nyiakan momen itu” kataku dengan nada merendah.
“aku ingin kau mengulanginya lagi, tapi aku sadar, bahwa di usiamu sekarang pasti kau sudah memiliki kekasih” ujarku dan berdiri di atas tepian air pantai yang disertai ombak-ombak yang berayun-ayun.
“kau benar, aku sekarang memiliki kekasih” jawab Satrio.
Tenggorokan terasa sakit saat menelan air ludah, lidah menjadi pahit, rasanya hati ini remuk, aku diam tak berkata satu kata pun.
“kekasihku Allah, Tuhan yang menciptakan semua ini” ujar Satrio dan menghampiriku, aku menoleh ke arah Satrio.
“dan hanya satu bidadari yang aku cintai” kata Satrio meneruskan perkataannya.
“siapa?” tanyaku.
“bidadari itu di depan mataku, ia berdiri di depanku” ujar Satrio, aku tersenyum senang.
Saat itu Satrio memegang tanganku, aku merasa kaku tak bisa berkutik, mataku terpanah ke arah mata Satrio yang hitam jernih.
“aku mencintaimu, sangat mencintaimu” ujar Satrio menatap mataku tajam, aku tambah kaku seperti patung.
“bisakah kau.. kau ulangi lagi?” Tanyaku gugup.
“aku sangat mencintaimu!” seru satrio dengan suara yang sedikit keras, aku memeluk Satrio, kita saling berpelukan, dan aku menangis.
“aku juga mencitaimu sat” ujarku.
Saat itu hatiku mersa senang seperti tak ada beban di pikiran ini, sekarang bumi merasa lebih bewarna, dan pantai itu membawaku ke dalam sebuah ciuman yang begitu berarti, Satrio orang yang selama ini satria yang selalu menjaga hatiku yang sempat hilang kini kembali pulang dalam kehidupanku.
Hembusan angin yang cukup kencang, terpaan ombak pantai Matras pulau Bangka, membawa cintaku kembali, yang dulu sempat pergi entah ke mana.
“hai?” sapa seorang remaja laki-aki. Aku hanya melihat arah sumber suara itu.
“kau masih ingat denganku?” Tanya remaja itu lagi.
“maaf tapi aku lupa” jawab aku.
“dulu kita pertama kali bertemu di pelabuhan muntok, kita menyembrang laut menaikki kapal yang sama, kau duduk di belakang aku, kita bercanda riang” ujar laki-aki itu.
“kau.. kau Satrio?” pekikku.
“iya Aci aku Satrio” jawab Satrio.
“Satrio, kau tahu, aku selama ini merindukanmu” kataku sambil memeluk Satrio, Satrio pun memelukku.
“aku telah mencarimu kemana-mana ci, tapi kau sukar dicari, sekarang, kita bertemu di sini” ujar Satrio yang hampir menangis.
Pertemuan yang mengejutkan itu membuat kami menangis karena terharu.
“aku tak pernah menyangka aku akan bertemu denganmu lagi ci” ujar satrio.
“kenapa?” Tanyaku.
“karena kau sudah memiliki kekasih yang jauh lebih baik dari aku” jawab Satrio.
“aku tak memiliki kekasih, karena aku hanya mencintai seorang pangeran yang tampan” ujar aku sambil memegang tangan Satrio.
“siapakah dia?” Tanya Satrio.
“kau..” jawabku.
“sudah hapus air matamu ci, jika kau menangis, kecantikanmu akan hilang” ujar Satrio sambil mengusap air mataku, aku hanya tersenyum.
“kau sekarang tampak cantik ci” kata Satrio sambil memegang wajahku.
“masa sih?” Tanyaku dengan tersipu.
“jerawatmu sekarang sudah hilang” jawab Satrio.
Satrio menarik tanganku ke sebuah batu yang cukup besar, tapi tak terlalu tinggi hanya sebatas lutut, dan mengajak ku duduk di atasnya.
“ci kau masih ingat masa-masa kita dulu di kapal?” Tanya Satrio.
“ingat sekali Rio, kau dulu malu malu mengajakku bermain” ujarku sambil tertawa kecil.
“hehehe, karena aku nervous melihat gadis secantikmu” ujar Satrio tertawa kecil.
“kau hampir jatuh saat kau ingin ke luar sambil membawa pop mie” ujar Satrio melanjutkan.
“dan kau menyanyikan lagu ‘bidadari’ di atas luar kapal saat malam harinya, saat jam 11 malam kau dan Ayahmu meminta nomor hp-ku” kataku sambil tersenyum.
“hehehe, saat aku bilang ‘aku mencintaimu’ kau hanya berdiam diri” ujar Satrio dengan muka ditekuk.
“aku pikir kau becanda saja denganku, ternyata kau serius, aku menyesal telah menyia-nyiakan momen itu” kataku dengan nada merendah.
“aku ingin kau mengulanginya lagi, tapi aku sadar, bahwa di usiamu sekarang pasti kau sudah memiliki kekasih” ujarku dan berdiri di atas tepian air pantai yang disertai ombak-ombak yang berayun-ayun.
“kau benar, aku sekarang memiliki kekasih” jawab Satrio.
Tenggorokan terasa sakit saat menelan air ludah, lidah menjadi pahit, rasanya hati ini remuk, aku diam tak berkata satu kata pun.
“kekasihku Allah, Tuhan yang menciptakan semua ini” ujar Satrio dan menghampiriku, aku menoleh ke arah Satrio.
“dan hanya satu bidadari yang aku cintai” kata Satrio meneruskan perkataannya.
“siapa?” tanyaku.
“bidadari itu di depan mataku, ia berdiri di depanku” ujar Satrio, aku tersenyum senang.
Saat itu Satrio memegang tanganku, aku merasa kaku tak bisa berkutik, mataku terpanah ke arah mata Satrio yang hitam jernih.
“aku mencintaimu, sangat mencintaimu” ujar Satrio menatap mataku tajam, aku tambah kaku seperti patung.
“bisakah kau.. kau ulangi lagi?” Tanyaku gugup.
“aku sangat mencintaimu!” seru satrio dengan suara yang sedikit keras, aku memeluk Satrio, kita saling berpelukan, dan aku menangis.
“aku juga mencitaimu sat” ujarku.
Saat itu hatiku mersa senang seperti tak ada beban di pikiran ini, sekarang bumi merasa lebih bewarna, dan pantai itu membawaku ke dalam sebuah ciuman yang begitu berarti, Satrio orang yang selama ini satria yang selalu menjaga hatiku yang sempat hilang kini kembali pulang dalam kehidupanku.

Cerpen Mimpi

“ah, mimpi itu hanya bunganya tidur, dan gak ada di kenyataan hidup kita”
Begitulah komentar Anis setelah mendengarkan cerita mimpi yang aku alami semalam tadi. Entalah, aku merasakan ada sesuatu dalam mimpiku dan mimpi itu bukan mimpi biasa. Mimpi yang membuat pikiranku sedikit risau, mimpi yang membuat hatiku seakan penuh sebak, bertanya-tanya. “ada apa dengan mimpi itu dan kenapa mimpiku itu datang dengan hal kisah yang sama?”
“hufthh…” aku menghela napas dalam-dalam, dadaku terasa sempit setiap kali memikirkan mimpi itu.
“Ren, Reni, kamu denger cerita aku gak sih?” tanya Anis mengoyak-ngoyak pundakku.
“oh maaf, aku gak denger”
“ih, aku udah cerita panjang lebar dari timur sampai barat tapi kamu gak dengerin, bikin cape aja” sewot Anis mengerutkan halisnya.
“iya maaf, emangnya kamu ngebahas soal apa sih?” tanyaku.
“gak ada siaran ulang, udah ah aku pulang duluan ya” katanya seraya menyangkil tasnya ke pundak lalu berselosor ke seberang jalan dan tubuh mungilnya hilang di balik pintu mobil taksi. Kini tinggallah aku sendiri selang beberapa menit aku pun pergi meninggalkan halte.
Malam semakin sunyi ku lirik jam dinding sudah mendekati angka sepuluh, kemudian ku rentangkan tubuhku ke kasur karena merasa lelah, mataku pun mulai sayup tanpa sadar aku pun sudah terlelap.
Aku berjalan di atas rumput yang basah terkena embun setapak demi setapak kaki telanjangku menelusuri pinggiran danau yang jernih airnya di sekelilingnya terdapat hamparan bunga-bunga yang beraneka ragam warnanya, kemudian telingaku mendengar suara anak kecil memanggil namaku dengan manja dan setelahnya aku mendengar seperti suara bayi yang sedang mengoceh, dengan penasaran aku ikuti suara itu dan berusaha mencarinya. Akan tetapi, yang ku temui bukanlah anak kecil dan seorang bayi melainkan seorang lelaki muda yang tersenyum manis memanggil namaku belum sempat ku bertanya siapa dia, sosok lelaki tampan itu sudah menghilang di balik kawah putih.
“mimpi itu datang lagi.” kataku dengan tatapan kosong ke arah taman di kampus.
“aduh Ren, udah lima kali kamu bilang seperti itu ke aku, selalu mimpi, mimpi dan mimpi terus yang kamu bilang, simak ya baik-baik Mimpi itu gak nyata, mimpi itu hanya bunganya tidur!! Jadi buat apa kamu harus buang-buang energi untuk mikirin sebuah mimpi”
“tapi nis, kenapa mimpi itu selalu datang berkali-kali dengan kisah yang sama? aku bingung dan aku gak tahu kenapa aku gelisah dengan mimpi itu” jelasku dengan bola mata yang berkaca-kaca, Anis memelukku mungkin dia merasa iba melihatku seperti ini.
“oh iya, aku lupa Pak Seno kan nyuruh aku buat panggil kamu” kata Anis pasang wajah pilon.
“kenapa?”
“gak tahu, coba aja kamu samperin ke kantornya!”
Dengan penasaran langkah kecilku menuju ruang Pak Seno.
“permisi pak, Bapak manggil saya?” tanyaku setelah sampai ke meja kerjanya.
“iya, ada yang mau ketemu sama kamu” katanya sambil menunjuk ke arah ruang tamu.
Di sana aku lihat seorang wanita dengan blus panjang di tubuhnya, aku sama sekali tidak mengenali wanita itu, meskipun begitu aku tetap menghampirinya.
“hai, kamu Reni ya?” tanya wanita itu.
Aku hanya menganggukkan kepala merasa bingung.
“perkenalkan, saya Tante Dewi” katanya sambil mengulurkan tangannya.
“iya Tante, ini ada apa ya?” tanyaku sedikit bingung.
“nanti saja Tante ceritain di taksi”
“mungkin kamu udah gak inget sama Tante dan juga Reno anak Tante. Terakhir waktu Reno berusia tujuh tahun, Tante dan sekeluarga pindah rumah dari bogor ke Manado, dan sekarang Reno sedang opname di rumah sakit, sejak Ayahnya meninggal empat tahun yang lalu pola makan Reno berkurang dan sekarang…” Tante Dewi memutuskan ceritanya karena Tante Dewi menangis, tapi aku hanya diam merasa bingung dan heran tentang Tante Dewi dan anaknya.
Tante Dewi mengajakku masuk ke lorong-lorong rumah sakit setelah mendekati ruang opname itu, Tante Dewi menyuruhku untuk ikut masuk ke kamar di mana anaknya sedang terbaring tak berdaya, aku lihat dan aku dengar Tante Dewi berbisik ke telinga anaknya sambil berlinangan air mata.
“Reno, siapa yang Mama bawa untuk kamu, dia adalah Reni adik bayi yang lucu yang selama ini kamu sayangi”
Dengan langkah penasaran aku pun menghampiri tubuh lemah itu, betapa terkejutnya aku setelah jelas menatap wajahnya. Wajah itu sama persis seperti sosok lelaki muda yang ada di mimpiku.
“mustahil, ini pasti mimpi!” kataku mencubit pipiku sendiri. “aw, sakit!” rintihku, tanpa sengaja mataku melihat lembaran foto di meja ku biarkan tanganku meraihnya ku tatap foto itu dengan terkejut aku berkata, “ini aku waktu bayi, kok bisa ada di sini?”
Lalu aku putar kertas foto itu ke belakang, di sana ada sebuah tulisan yang isinya.
“adik bayi yang lucu Reno sayang dede Reni.”
Rupanya waktu itu keluarga Reno tinggal di sebelah rumahku, dan kemudian harus pindah saat Reno berusia tujuh tahun dan aku berusia enam bulan pantas kalau aku tidak ingat apa-apa.
Sekarang aku sering menjenguk Reno sambil membawa beberapa tangkai bunga mawar putih karena ku yakin dengan aroma wangi bunga mawar putih bisa memulihkan suasana senyap di ruang kamar ini, saat merapikan dan menata bunga-bunga itu aku dengar Reno memanggil namaku, sontak aku pun menuju pembaringannya dan menggenggam tangannya.
“Reno, kamu udah sadar?” nihil, wajah pucat itu belum juga tersadar tak lama kemudian jari-jari itu bergerak aku lihat bola matanya terbuka dengan bibir yang masih kelu dia bertanya.
“kamu siapa?”
“aku Reni Adik bayi yang lucu dan menggemaskan..” jawabku tersenyum.
“Reni, kamu udah gak lucu tapi kamu cantik” katanya, tangannya berusaha menyentuh wajahku dan dia bilang.
“aku sayang kamu Reni, Adik bayi”
“aku bukan Adik bayi lagi, tapi aku udah menjadi wanita dewasa”
“biarlah, karena kamu tetap Adik bayi yang aku sayang”
“ah, mimpi itu hanya bunganya tidur, dan gak ada di kenyataan hidup kita”
Begitulah komentar Anis setelah mendengarkan cerita mimpi yang aku alami semalam tadi. Entalah, aku merasakan ada sesuatu dalam mimpiku dan mimpi itu bukan mimpi biasa. Mimpi yang membuat pikiranku sedikit risau, mimpi yang membuat hatiku seakan penuh sebak, bertanya-tanya. “ada apa dengan mimpi itu dan kenapa mimpiku itu datang dengan hal kisah yang sama?”
“hufthh…” aku menghela napas dalam-dalam, dadaku terasa sempit setiap kali memikirkan mimpi itu.
“Ren, Reni, kamu denger cerita aku gak sih?” tanya Anis mengoyak-ngoyak pundakku.
“oh maaf, aku gak denger”
“ih, aku udah cerita panjang lebar dari timur sampai barat tapi kamu gak dengerin, bikin cape aja” sewot Anis mengerutkan halisnya.
“iya maaf, emangnya kamu ngebahas soal apa sih?” tanyaku.
“gak ada siaran ulang, udah ah aku pulang duluan ya” katanya seraya menyangkil tasnya ke pundak lalu berselosor ke seberang jalan dan tubuh mungilnya hilang di balik pintu mobil taksi. Kini tinggallah aku sendiri selang beberapa menit aku pun pergi meninggalkan halte.
Malam semakin sunyi ku lirik jam dinding sudah mendekati angka sepuluh, kemudian ku rentangkan tubuhku ke kasur karena merasa lelah, mataku pun mulai sayup tanpa sadar aku pun sudah terlelap.
Aku berjalan di atas rumput yang basah terkena embun setapak demi setapak kaki telanjangku menelusuri pinggiran danau yang jernih airnya di sekelilingnya terdapat hamparan bunga-bunga yang beraneka ragam warnanya, kemudian telingaku mendengar suara anak kecil memanggil namaku dengan manja dan setelahnya aku mendengar seperti suara bayi yang sedang mengoceh, dengan penasaran aku ikuti suara itu dan berusaha mencarinya. Akan tetapi, yang ku temui bukanlah anak kecil dan seorang bayi melainkan seorang lelaki muda yang tersenyum manis memanggil namaku belum sempat ku bertanya siapa dia, sosok lelaki tampan itu sudah menghilang di balik kawah putih.
“mimpi itu datang lagi.” kataku dengan tatapan kosong ke arah taman di kampus.
“aduh Ren, udah lima kali kamu bilang seperti itu ke aku, selalu mimpi, mimpi dan mimpi terus yang kamu bilang, simak ya baik-baik Mimpi itu gak nyata, mimpi itu hanya bunganya tidur!! Jadi buat apa kamu harus buang-buang energi untuk mikirin sebuah mimpi”
“tapi nis, kenapa mimpi itu selalu datang berkali-kali dengan kisah yang sama? aku bingung dan aku gak tahu kenapa aku gelisah dengan mimpi itu” jelasku dengan bola mata yang berkaca-kaca, Anis memelukku mungkin dia merasa iba melihatku seperti ini.
“oh iya, aku lupa Pak Seno kan nyuruh aku buat panggil kamu” kata Anis pasang wajah pilon.
“kenapa?”
“gak tahu, coba aja kamu samperin ke kantornya!”
Dengan penasaran langkah kecilku menuju ruang Pak Seno.
“permisi pak, Bapak manggil saya?” tanyaku setelah sampai ke meja kerjanya.
“iya, ada yang mau ketemu sama kamu” katanya sambil menunjuk ke arah ruang tamu.
Di sana aku lihat seorang wanita dengan blus panjang di tubuhnya, aku sama sekali tidak mengenali wanita itu, meskipun begitu aku tetap menghampirinya.
“hai, kamu Reni ya?” tanya wanita itu.
Aku hanya menganggukkan kepala merasa bingung.
“perkenalkan, saya Tante Dewi” katanya sambil mengulurkan tangannya.
“iya Tante, ini ada apa ya?” tanyaku sedikit bingung.
“nanti saja Tante ceritain di taksi”
“mungkin kamu udah gak inget sama Tante dan juga Reno anak Tante. Terakhir waktu Reno berusia tujuh tahun, Tante dan sekeluarga pindah rumah dari bogor ke Manado, dan sekarang Reno sedang opname di rumah sakit, sejak Ayahnya meninggal empat tahun yang lalu pola makan Reno berkurang dan sekarang…” Tante Dewi memutuskan ceritanya karena Tante Dewi menangis, tapi aku hanya diam merasa bingung dan heran tentang Tante Dewi dan anaknya.
Tante Dewi mengajakku masuk ke lorong-lorong rumah sakit setelah mendekati ruang opname itu, Tante Dewi menyuruhku untuk ikut masuk ke kamar di mana anaknya sedang terbaring tak berdaya, aku lihat dan aku dengar Tante Dewi berbisik ke telinga anaknya sambil berlinangan air mata.
“Reno, siapa yang Mama bawa untuk kamu, dia adalah Reni adik bayi yang lucu yang selama ini kamu sayangi”
Dengan langkah penasaran aku pun menghampiri tubuh lemah itu, betapa terkejutnya aku setelah jelas menatap wajahnya. Wajah itu sama persis seperti sosok lelaki muda yang ada di mimpiku.
“mustahil, ini pasti mimpi!” kataku mencubit pipiku sendiri. “aw, sakit!” rintihku, tanpa sengaja mataku melihat lembaran foto di meja ku biarkan tanganku meraihnya ku tatap foto itu dengan terkejut aku berkata, “ini aku waktu bayi, kok bisa ada di sini?”
Lalu aku putar kertas foto itu ke belakang, di sana ada sebuah tulisan yang isinya.
“adik bayi yang lucu Reno sayang dede Reni.”
Rupanya waktu itu keluarga Reno tinggal di sebelah rumahku, dan kemudian harus pindah saat Reno berusia tujuh tahun dan aku berusia enam bulan pantas kalau aku tidak ingat apa-apa.
Sekarang aku sering menjenguk Reno sambil membawa beberapa tangkai bunga mawar putih karena ku yakin dengan aroma wangi bunga mawar putih bisa memulihkan suasana senyap di ruang kamar ini, saat merapikan dan menata bunga-bunga itu aku dengar Reno memanggil namaku, sontak aku pun menuju pembaringannya dan menggenggam tangannya.
“Reno, kamu udah sadar?” nihil, wajah pucat itu belum juga tersadar tak lama kemudian jari-jari itu bergerak aku lihat bola matanya terbuka dengan bibir yang masih kelu dia bertanya.
“kamu siapa?”
“aku Reni Adik bayi yang lucu dan menggemaskan..” jawabku tersenyum.
“Reni, kamu udah gak lucu tapi kamu cantik” katanya, tangannya berusaha menyentuh wajahku dan dia bilang.
“aku sayang kamu Reni, Adik bayi”
“aku bukan Adik bayi lagi, tapi aku udah menjadi wanita dewasa”
“biarlah, karena kamu tetap Adik bayi yang aku sayang”

Arsip Blog

Diberdayakan oleh Blogger.