Cerpen Cinta Sesaat
10/30/2015Aku adalah anak tunggal dari orangtuaku. Orangtuaku tidak pernah ada di rumah, karena dia harus pergi ke luar kota atau ke luar negeri karena harus meeting dengan teman bisnisnya, sekalinya pulang mungkin juga mereka tidak akan mencariku dan tidak lama mereka berangkat untuk berkerja lagi. Di rumah aku hanya tinggal dengan dua orang pembantuku atau biasa aku memanggilnya bibi dan paman. Bibi bekerja di dapur sedangkan paman menjadi supir kalau aku ingin berangkat sekolah.
Aku sangat kecewa karena setiap harinya aku hanya diantar oleh paman, padahal aku ingin sekali diantar oleh orangtuaku ke sekolah. Merasa iri hati melihat teman-teman yang diantar oleh orangtuanya ke sekolah. Tetapi lagi-lagi rasa sedihku seketika hilang karena ada sahabatku yang tersayang. Mereka yang selalu membuatku tidak merasa sedih lagi, mereka yang selalu membuatku senang. Mereka sangat tidak suka kalau melihatku sedih maka dari itu mereka selalu melakukan cara apapun untuk membuatku tersenyum.
Jam 05.00 pagi aku sudah harus bangun, karena aku harus bersiap-siap sekolah. Bibi sudah menyiapkan sarapan pagi di meja makan, dan paman juga sudah memanaskan mobil di depan rumah. Selesai aku bersiap-siap di kamar aku turun ke bawah untuk menyantap sarapan pagiku yang hanya ditemani oleh bibi dan paman.
“Pagi semua..” aku menyapa bibi dan paman yang sedang berada di lantai bawah.
“Pagi juga non, ayo silakan sarapan dulu. Bibi juga sudah menyiapkan bekal untuk non bawa ke sekolah dan paman juga sudah memanaskan mobil..” kata bibi memberitahuku.
Selesei sarapan aku langsung menuju ke mobil karena sudah jam enam, takut terlambat. Sesampainya di sekolah ternyata Kevin dan Naila sudah menungguku di gerbang sekolah. Aku pun menuju ke arah mereka dan langsung ke kelas karena bel sudah berbunyi tanda jam pelajaran dimulai. Di kelas aku duduk sebangku dengan Naila, sedangkan Kevin duduk bersama Boby di depan bangkuku. Tetapi hari ini Boby sedang tidak masuk sekolah karena sakit.
Jam pelajaran pertama adalah pelajaran matematika, pelajaran yang sangat membosankan bagiku. Dua jam pelajaran sudah lewat dan bel pun berbunyi tanda sudah jamnya istirahat, aku mengeluarkan bekal yang sudah disiapkan bibi tadi pagi. Kevin dan Naila juuga ikut mengeluarkan bekal yang mereka bawa dari rumah.
“Sil, tahu nggak sih? Katanya kelas kita bakal ada murid baru loh. Pindahan dari SMA Pangudi Luhur. Katanya sih ganteng Sil, tapi kita lihat saja nanti” seperti biasa, kalau jamnya istirahat pasti Naila yang paling berisik, dia selalu mengajakku berbicara.
Kali ini Naila membicarakan anak baru yang akan masuk di kelasku. tetapi aku dan Kevin tidak terlalu mempedulikan pembicaraan Naila, karena Naila kalau sudah membicarakan cowok pasti tidak bisa berhenti.
“ah kamu Nai kalau ada murid baru apalagi cowok pasti semangat banget buat membicarakannya hehe” kataku mengejeknya, dan Kevin mengiyakan pendapatku.
“Tapi kali ini gue serius Sil, katanya anak baru itu ganteng dan namanya kalau gak salah Vino. Dari namanya aja udah keren apalagi orangnya” katanya.
“tapi tetap…” Belum selesai aku menjawab pembicaraan Naila, bel sudah berbunyi tanda istirahat sudah selesai. Aku, Kevin dan Naila pun membereskan bekal yang habis kita makan.
Sekarang adalah jam pelajaran fisika, gurunya sangat galak dan tidak enak untuk dilihat. Tetapi kali ini pak guru mukanya tidak seperti biasa, dia tersenyum ke anak-anak di kelas.
“anak-anak hari ini kalian kedatangan teman baru. Ayo Vino silakan masuk dan perkenalkan dirimu” selesai pak guru berbicara, murid itu masuk ke dalam kelas. Belum sempat memperkenalkan diri ke teman-teman, anak perempuan termasuk Naila berserentak.
“duh ganteng banget sih”
“Duhh please deh apa gantengnya sih orang kayak dia? menurutku tuh dia biasa aja tapi yang lainnya saja pada berlebihan” kataku dalam hati.
Dia pun memperkenalkan diri di depan kelas. “hai semuanya, nama gue Vino Bastian gue dari SMA Pangudi Luhur. Salam kenal.” katanya.
Serentak anak perempuan dan lagi-lagi termasuk Naila menjawab, “salam kenal juga Vino.” Aku dan Kevin sangat tidak mempedulikan perkenalan itu, selesai Vino memperkenalkan diri pak guru mempersilakan Vino duduk di sebelah Kevin, karena hari ini Boby tidak masuk sekolah.
Karena Vino duduk di depanku dan juga Naila, akhirnya Naila sangat agresif buat berkenalan dengan Vino. Semuanya akhirnya kembali belajar seperti biasa. Di tengah jam pelajaran Naila sangat berisik, dia membicarakan Vino terus.
“Sil kamu nyadar nggak sih kalau nama kamu sama Vino sama-sama ada sebastiannya” katanya.
“aduh nai kamu tuh berisik banget sih dari tadi ngomongin Vino melulu, lagian nama dia itu bastian bukan Sebastian. Sudah belajar dulu saja” kataku dengan kesal, akhirnya Naila tidak berkutik lagi.
Jam pelajaran selesai, bel pulang pun sudah berbunyi. Aku juga sudah dijemput paman di gerbang sekolah, Naila dan Kevin juga berada di sampingku. Aku meminta izin untuk pulang duluan, dan mereka juga suda dijemput. Sesampainya di rumah, aku langsung menuju kamarku karena hari ini cuaca sangat panas. Aku butuh istirahat, aku tertidur di tempat tidur tanpa mandi dan ganti baju. Tak terasa aku tertidur sangat pulas sehingga aku baru bangun keesokan harinya. Keesokan harinya ku jalani seperti hari-hari biasa, yang hanya ditemani oleh bibi dan paman. Di sekolah juga ku jalani seperti biasa, dan kali ini aku, Kevin dan Naila menjadi dekat dengan Vino mungkin karena duduk kita tidak berjauhan.
Minggu demi minggu aku terbiasa dengan keberadaan Vino, hubungan kita pun menjadi sangat dekat. Kami sering satu kelompok dalam pelajaran apapun, meski awalnya aku merasa tidak peduli dengan Vino tetapi kali ini aku merasa kasihan dengan Vino. Mendengar semua cerita Vino mengenai keluarganya yang sudah tidak ada karena kecelakaan pesawat saat ingin kembali ke jakarta tak lama setelah Vino pindah sekolah di sekolahku, dan Vino sama seperti aku yang hanya tinggal bersama pembantunya.
Suatu ketika di saat kita sedang kerja kelompok di rumahnya Kevin aku melihat tetesan darah menuju kamar mandi. Aku menanyakan hal itu ke Kevin.
“vin maaf sebelumnya ini tetesan darah apa yah? Sepertinya darah ini masih baru karena belum kering,” tak sengaja aku melihat muka Vino yang tiba-tiba memucat dan seperti orang kebingungan.
“hah darah apaan? Tadi kan yang ke kamar mandi Vino sil” Belum selesai menjawab, Naila sudah menyambar.
“apaan sih lo semua bikin suasana jadi tegang aja deh. Paling juga itu darah binatang. Yakan vin?” Aku merasa bingung.
“hah iya kali ya darah binatang, aku tidak tahu hehe” aku jelas sekali melihat muka paniknya Vino, tetapi aku hanya mengiyakannya saja. Kerja kelompok akhirnya selesai, aku meminta izin untuk pulang karena paman sudah menjemputku.
Setelah kami kerja kelompok, kami sering main bersama terkadang kami bermain ke rumah Kevin atau juga ke rumah Naila untuk mengerjakan tugas-tugas atau hanya sekedar main saja, tetapi aku belum pernah datang ke rumah Vino. Hubungan kami sekarang menjadi sangat dekat. Suatu hari aku tidak bisa mempercayai sama apa yang aku lihat, aku melihat Vino sudah berada di gerbang sekolah dan ternyata dia menungguku.
“Sil bisa nggak hari ini kita ketemuan jam 7 di taman dekat rumahmu?” Katanya sambil mengajakku berjalan ke arah kelas.
“Hmm kayaknya bisa deh, tapi nanti aku kabarin lagi deh. Emang kamu mau ngomong apa?” Tanyaku karena bingung kenapa tiba-tiba dia mengajakku ketemuan.
“ah tidak aku hanya ingin ketemu kamu saja” katanya meledekiku, aku hanya tertawa.
Sehari ku jalani dengan semua pelajaran yang sangat tidak menyenangkan, bel sudah berbunyi tanda waktu sekolah sudah pulang.
Sampai di rumah sudah sangat sore, karena hari ini jalanan macet. Sesaat aku teringat dengan janjiku untuk bertemu Vino di taman, aku mandi dan bersiap-siap. Selesai itu, aku langsung menuju taman dekat rumah. Ternyata Vino sudah berada di sana duluan, tetapi aku kaget ketika melihat muka dia yang sangat pucat. Aku langsung menghampiri dia dan meminta maaf karena sudah datang terlambat. Tidak biasanya dia berbicara serius seperti ini, dan dia juga memegang tanganku. Tidak bisa dipercayai ternyata dia memintaku untuk menjadi pacarnya, sejenak aku terdiam karena tidak percaya dengan ucapannya itu.
“Gimana sil kamu mau nggak jadi pacar aku?” Dengan muka serius, aku bingung harus jawab apa. Tapi kalau boleh jujur sebenarnya aku juga menyayanginya.
“Iya aku mau kok jadi pacarmu.” Dengan muka pucatnya itu Vino memelukku dan berkata.
“terima kasih, aku sayang sama kamu banget sil. Kamu beda dari cewek-cewek yang ada di kelas” mendengar ucapannya itu mukaku menjadi merah.
“Iya sama-sama vin. Oh iya kok muka kamu kelihatan pucat sekali, kamu kenapa?” Tanyaku serius.
“oh ini gak apa-apa kok, tadi sedikit pusing saja” aku hanya tersenyum.
Tak lama bibi meneleponku, aku meminta izin untuk mengangkat telepon dari bibi. Setelah aku kembali, betapa kagetnya aku melihat Vino sudah terkapar di tanah dengan darah yang ke luar dari hidungnya. Aku tercengang, tidak tahu harus melakukan apa. Aku menelpon Kevin dan Naila untuk segera datang ke taman, tetapi aku tahu mereka pasti akan datang lama. Akhirnya aku memanggil paman untuk membawa Vino ke rumah sakit, dan menyuruh Kevin dan Naila untuk langsung datang ke rumah sakit. Vino sedang ditangani oleh dokter, saat ini Vino sedang ada di ruang UGD.
Sebenarnya aku sudah merasa ada yang aneh dari Vino, semenjak kejadian aku melihat tetesan darah di rumahnya Kevin, Vino juga sering pingsan di sekolah, dan sering ke luar masuk kamar mandi sambil menutupi hidungnya. Dokter dari ruangan Vino ke luar, aku menghampirinya dan bertanya mengenai Vino.
“dok sebenarnya apa yang terjadi dengan Vino? Belakangan ini Vino sering pingsan di sekolah dan ke luar masuk kamar mandi menutupi hidungnya.” aku sangat khawatir dengan keadaan Vino.
“saya minta maaf sebelumnya, saya tidak bisa memberitahu penyakit apa yang sedang diderita Vino, ini semua sudah permintaan Vino sebelumnya” katanya.
“Vino sudah sering datang ke sini dok? Kenapa dia tidak pernah bilang ke saya kalau dia punya penyakit? Kita temenan sudah lama dok”
“iya, tapi saya minta maaf karena tidak bisa memberitahu. Kalau kamu ingin melihat Vino, sekarang juga sudah bisa. Dia juga sudah dipindahkan ke ruang ICU”
Aku masuk ke ICU ketika sudah boleh dipersilakan masuk. Vino berbaring di ranjang, masih dengan selang infus di tangannya. Dia tersenyum melihatku. Dia kelihatan sangat pucat.
“hai sil” sapa Vino.
“hai” aku tersenyum.
“apa kabar sil?” Tanya Vino setelah Kevin dan Naila datang.
Bodoh! seharunya aku yang bertanya duluan, bagaimana keadaanmu? Better?
“yah, baik-baik saja. Sedikit mengkhawatirkanmu. Kamu gimana?” ujarku.
“aku udah mendingan kok, maaf ya sudah merepotkanmu”
“iya nggak apa-apa kok, yang penting kamu cepat sembuh. Memangnya kamu sakit apa sih? Tadi aku tanya ke dokter tapi dia tidak mau memberitahuku” ujarku sedih.
“bukan penyakit apa-apa kok, sebentar lagi juga sembuh”
“awas aja kalau kamu bohong” kataku kesal.
Malam sudah sangat larut. Aku meminta izin untuk pulang ke rumah karena sudah terlalu malam, takutnya bibi sudah menungguku di rumah. Kevin yang akan menjaga Vino di rumah sakit, aku dan Naila berpamitan untuk pulang.
Besoknya Vino sudah dapat izin dari dokter untuk bisa pulang, tetapi di saat aku ingin mengantarkannya pulang Vino menolaknya. Dia hanya ingin pulang sendiri naik taksi tanpa diantar oleh siapapun, awalnya aku sangat kesal karena dalam keadaan sakit dia harus pulang sendiri. Tetapi dia tetap melawan akhirnya aku mengiyakannya. Vino tidak pernah mau ada temannya yang datang ke rumahnya sekalipun itu aku, Naila, dan Kevin.
Sudah tiga hari Vino tidak ada kabarnya, aku tahu pasti dia masih sakit. Tetapi aku telepon dan sms tidak ada yang dijawab sama dia. Akhirnya aku memaklumi mungkin dia memang masih sakit. Seminggu berlalu Vino juga tidak berangkat ke sekolah, aku sangat khawatir semuat sms dan teleponku tidak ada yang dijawab. Aku ingin sekali datang ke rumahnya tetapi aku tidak tahu dimana, karena Vino tidak pernah mengajakku untuk bermain ke rumahnya. Dua minggu kemudian Vino tetap tidak hadir di sekolah tanpa keterangan. Saat aku sedang duduk di kelas Naila dan Kevin menghampiriku dengan membawa sebuah surat dan ternyata surat itu dari Vino yang berisikan,
“Sil mungkin di saat kamu membaca surat ini aku sudah tidak ada lagi didunia ini. Aku minta maaf karena aku tidak pernah bilang ke kamu kalau aku mempunyai penyakit, sebenarnya aku mempunyai penyakit kanker yang kata dokter umurku sudah tidak lama lagi. Maafkan aku karena aku tidak pernah mau mengajak kamu, Naila, dan Kevin ke rumah. Aku hanya tidak mau ada orang yang tahu tentang keberadaanku.”
“Aku sayang banget sama kamu sil, maafin aku kalau aku baru jujur sama kamu belakangan ini karena aku tidak berani untuk mengatakannya. Aku sangat sayaaang padamu Silvi Sebastian sejak awal ketemu kamu beda dari yang lainnya. Sungguh aku minta maaf sama kamu karena tidak bisa menjadi yang terbaik untuk kamu. I will always love you sil and everyting will be okay. Tetap tersenyum untukku, karena senyumanmu yang membuatku menjadi semangat. Sekian surat dariku.
V.I.N.O”
Air mataku menetes begitu selesai membaca suratnya. Aku juga sayang banget vin sama kamu, tetapi kenapa kamu tidak pernah bilang kalau kamu punya penyakit? Dan kenapa kamu ninggalin aku sangat cepat? Kevin dan Naila menghampiriku dan memelukku. Mereka menceritakan kejadiannya.
“sil tadi pembantunya Vino datang ke sekolah, dia mencarimu tapi karena kamu belum datang dia menitipkan surat itu ke aku dan nai. Vino meninggal tiga hari yang lalu di rumahnya, pada jam 10. Kanker yang ada di tubuhnya sudah tidak bisa diobati lagi, Vino sudah tidak kuat lagi untuk menahan sakitnya itu. Akhirnya dia menghembuskan napas terakhirnya jumat kemarin.” aku meneteskan air mata di pelukan Naila, aku sangat sedih kenapa Vino harus secepat itu pergi meninggalkanku.
“kita mencintai orang yang sama Sil,” Kevin buka suara.
“Tuhan hanya meminjamkan malaikat itu sejenak kepada kita, terlalu sejenak untuk dicintai”
“dia sekarang sedang bernyanyi bersama bidadari di surga, dia pasti tidak ingin melihat kita bersedih”
“kita harus melanjutkan hidup dan berusaha bahagia walau sebenernya kita merasa sedih karena ditinggal orang yang sangat kita cintai”
“kamu benar sil, kamu harus bangkit. Walau tidak ada Vino, tapi di sini masih ada aku dan nai yang selalu sayang sama kamu”
Dalam pelukan Kevin dan Naila air mataku jatuh tetes demi tetes.
0 komentar: